Penjahit Tradisional
Siapa
yang tidak kenal dengan wanita tua yang memiliki rambut seputih salju itu, yang
kini badannya sudah mulai melengkung dan jalannya bagai kelapa yang ditiup
angin. Pada awalnya Ia dikenal dengan nama Minah. Namun, lantara keajaiban yang
sering dibuat dengan tangan yang sudah mulai keriput itu, orang-orang kini
memanggilnya dengan sebutan “Penyihir Tua.” Hingga sekarang julukan itu masih
melekat pada dirinya. Walaupun begitu, Minah tidak pernah marah jika
orang-orang memanggilnya dengan sebutan seperti itu.
Disepanjang
usianya yang bertambah tua, Minah hanya bekerja menjadi seorang penjahit
tradisional. Ia menjahit dengan cekatan dan sangan rapi. Walaupun begitu,
setiap hari Ia mendaatkan pesanan yang begitu banyak , terutama jika di Desa
tersebut diadakan sebuah pesta. Banyak orang yang suka dengan jahitan dari
Minah , karena dengan sedikit keajaiban dari tangan Minah, kain yang dulunya
polos dapat Ia ubah menjadi bentuk pakaian yang begitu menakjubkan , selain itu
Minah juga tidak mematok harga yang terlalu tinggi. Itulah keistimewaan dari
Minah, Ia tidak peduli siapa yang menjadi pelanggannya, baik tua maupun mudan
dan miskin ataupun kaya, Ia tetap mematok harga sesuai dengan model pakaian
yang diinginkan pelanggan.
“Bu,
apakah tidak bosan dengan pekerjaan Ibu yang selalu mendapat pesanan untuk
menjahit pakaian?” Tanya Sarah, putrid semata wayang Minah yang kini
melanjutkan sekolahnya di bidang seni, di luar kota.
“Ada
apa dengan pekerjaan Ibu?, Ibu masih bisa menjahit pakaian-pakaian ini, dan ini
Ibu lakukan untuk menafkahi keluarga kita ini.”
“Tapi
Bu, Sarah bisa membelikan Ibu alat untuk menjahit, sehingga lebih praktis dan
kerjaan Ibu manjad lebih ringan.”
“Tidak,
pakaian ini tidak akan terlihat bagus juka dijahit menggunakan mesin. Selama
tangan Ibu tidak apa-apa dan masih dapat digunakan untuk menjahit, maka Ibu
akan tetap menjahit dengan tangan dan bukan dengan mesin.”
Minah
memang selalu mengajari anaknya untuk melakukan segala sesuatu yang mudah dan
bisa dikerjakan sendiri, maka lakukanlah pekerjaan tersebut tanpa dibantu
dengan alat-alat yang lebih modern, agar kelak bisa menjadi orang yang mandiri
dan tentunya tidak terlalu ketergantungan dengan orang lain. Seperti halnya
Salam, tetangga minah yang corak kehidupannya sangat terbalik dengan Minah.
Salam adalah saudagar beras di desa tersebut. Ia adalah lelaki yang sangan kaya
dan dia juga memiliki dua orang anak. Anak pertamanya sudah dipersunting orang,
dan kini tinggal bersama dengan suaminya diluar kota. Sedangkan, anak keduanya
yaitu Denis baru saja lulus dari sekolah pertanian dan akan melanjutkan usaha
Ayahnya menjadi saudagra beras.
“Denis,
kini kau sedah bertambah besar, dan ayang pula bertambah tua. Tidak lama lagi
kau akan meneruskan pekerjaan ayah menjadi saudagar , apakah tidak sebaiknya
kau mencari pendamping agar kelak ada yang mengurusmu?”
“Iya
Ayah, saya sudah menemukan perempuan yang akan saya jadikan sebagai pendamping
hidup, perempuan itu tidak lain adalah Sarah, anak dari penjahit tetangga
kita.”
“Tidak,
Ayah tidak setuju dengan keputusanmu untuk menikah dengan anak tukang jahit
seperti Minah. Taruh dimana muka Ayah jika perempuan itu menjadi menantu di
rumah ini, orang-orang pasti akan membicarakan kita dan Ayah akan menjadi
sangat malu.”
“Tapi
Ayah, dia adalah wanita yang sangat baik dan juga rajin, selain itu Denis juga
sangan mencintainya.”
“Sekali
Ayah katakana tidak ya tidak.” Ayah akan mencarikan perempuan yang lebih cantik
dan lebih pantas untuk menjadi menantu di rumah ini, dan kau tidak ada alasan
untuk menolaknya.”
Seminggu
setelah kejadian itu, berita tentang pernikahan Denis terdengar sampai ke telinga
Sarah. Ia sangat terpukul dan tidak menyangka bahwa orang yang sangat
dicintainya kini akan menjadi milik orang lain. Selain itu hal yang membuat
Sarah sedih bukan hanya hubungan mereka tidak direstui oleh Salam, melainkan
penghinaan yang dilontarkan Salam kepada keluarga Sarah. Tidak sepantasnya
Salam mengeluarkan perkataan seperti itu, sehingga dengan berat hati membuat
Sarah harus melupakan Denis.
Acara
pernikahan Denis sudah semakin dekat, dan Minah juga semakin sibuk dengan
pelanggan yang memberikan kepercayaan kepadanya untuk membuatkan mereka pakaian
yang indah. Maklum, tidak ada pesta yang meriah tanpa pakaian yang dibuat oleh
Minah.
“Wah
indah sekali gaun itu Bu, Ibu memang pandai membuatnya, ngomong-ngomong siapa
yang Ibu buatkan gaun seindah itu?”
“Oh
ini, gaun ini untuk pesta pernikahan anaknya Pak Salim tetangga kita itu lo.”
Tujuh
hari tujuh malam pesta itu digelar, akan tetapi dihari sebelum puncak acara
sedikit orang yang datang, karena orang-orang hanya ingin melihat gaun yang
digunakan oleh pengantin wanita lantaran gaun tersebut dibuat oleh Minah.
“Ibu,
kenapa dunia selalu tidak adil? Yang miskin akan tetap miskin dan yang kaya
akan selalu bahagia? Sarah merasa bahwa Sarah adalah orang yang paling tidak
beruntung di dunia ini, karena keluarga kita selalu menjadi bahan tertawaan
orang-orang.”
“Tidak
Nak, bukan dunia yang tidak adil, melainkan bagaimana cara kita untuk
menanggapi hal tersebut. Hubungan kalian tidak lain adalah bagai langit dan
bumi, Jangan menganggap ini adalah akhir dari semuanya, seperti pepatah
mengatakan, banyak jalan untuk pergi ke Cina, begitu juga kau yang akan
memiliki masa depan jauh lebih baik dari sebelumnya. Dan ingat pesan Ibu, jika
seandainya kamu sudah berada diatas maka lihatlah juga orang-orang yang berada
dibawah yang begitu butuh bantuanmu.”
Walaupun
Sarah berbekal rasa sedih dan luka hati yang mendalam, tetapi hari demi hari
telah Ia lewati dengan penuh semangat dan kini Ia menjadi seorang wanita karir
yang sukses. Ia berhasil menjadi designer terkenal dan tidak segan untuk
melanjutkan usaha Ibunya sebagai penjahit tangan yang ahli, serta memberikan
keajaiban kepada masyarakat baik di dalam maupun diluar wilayahnya.
by : Ayu Try
Tidak ada komentar:
Posting Komentar