Jumat, 23 September 2016

Contoh Cerita Pendek (cerpen)


Penjahit Tradisional

Siapa yang tidak kenal dengan wanita tua yang memiliki rambut seputih salju itu, yang kini badannya sudah mulai melengkung dan jalannya bagai kelapa yang ditiup angin. Pada awalnya Ia dikenal dengan nama Minah. Namun, lantara keajaiban yang sering dibuat dengan tangan yang sudah mulai keriput itu, orang-orang kini memanggilnya dengan sebutan “Penyihir Tua.” Hingga sekarang julukan itu masih melekat pada dirinya. Walaupun begitu, Minah tidak pernah marah jika orang-orang memanggilnya dengan sebutan seperti itu.
Disepanjang usianya yang bertambah tua, Minah hanya bekerja menjadi seorang penjahit tradisional. Ia menjahit dengan cekatan dan sangan rapi. Walaupun begitu, setiap hari Ia mendaatkan pesanan yang begitu banyak , terutama jika di Desa tersebut diadakan sebuah pesta. Banyak orang yang suka dengan jahitan dari Minah , karena dengan sedikit keajaiban dari tangan Minah, kain yang dulunya polos dapat Ia ubah menjadi bentuk pakaian yang begitu menakjubkan , selain itu Minah juga tidak mematok harga yang terlalu tinggi. Itulah keistimewaan dari Minah, Ia tidak peduli siapa yang menjadi pelanggannya, baik tua maupun mudan dan miskin ataupun kaya, Ia tetap mematok harga sesuai dengan model pakaian yang diinginkan pelanggan.
“Bu, apakah tidak bosan dengan pekerjaan Ibu yang selalu mendapat pesanan untuk menjahit pakaian?” Tanya Sarah, putrid semata wayang Minah yang kini melanjutkan sekolahnya di bidang seni, di luar kota.
“Ada apa dengan pekerjaan Ibu?, Ibu masih bisa menjahit pakaian-pakaian ini, dan ini Ibu lakukan untuk menafkahi keluarga kita ini.”
“Tapi Bu, Sarah bisa membelikan Ibu alat untuk menjahit, sehingga lebih praktis dan kerjaan Ibu manjad lebih ringan.”
“Tidak, pakaian ini tidak akan terlihat bagus juka dijahit menggunakan mesin. Selama tangan Ibu tidak apa-apa dan masih dapat digunakan untuk menjahit, maka Ibu akan tetap menjahit dengan tangan dan bukan dengan mesin.”
Minah memang selalu mengajari anaknya untuk melakukan segala sesuatu yang mudah dan bisa dikerjakan sendiri, maka lakukanlah pekerjaan tersebut tanpa dibantu dengan alat-alat yang lebih modern, agar kelak bisa menjadi orang yang mandiri dan tentunya tidak terlalu ketergantungan dengan orang lain. Seperti halnya Salam, tetangga minah yang corak kehidupannya sangat terbalik dengan Minah. Salam adalah saudagar beras di desa tersebut. Ia adalah lelaki yang sangan kaya dan dia juga memiliki dua orang anak. Anak pertamanya sudah dipersunting orang, dan kini tinggal bersama dengan suaminya diluar kota. Sedangkan, anak keduanya yaitu Denis baru saja lulus dari sekolah pertanian dan akan melanjutkan usaha Ayahnya menjadi saudagra beras.
“Denis, kini kau sedah bertambah besar, dan ayang pula bertambah tua. Tidak lama lagi kau akan meneruskan pekerjaan ayah menjadi saudagar , apakah tidak sebaiknya kau mencari pendamping agar kelak ada yang mengurusmu?”
“Iya Ayah, saya sudah menemukan perempuan yang akan saya jadikan sebagai pendamping hidup, perempuan itu tidak lain adalah Sarah, anak dari penjahit tetangga kita.”
“Tidak, Ayah tidak setuju dengan keputusanmu untuk menikah dengan anak tukang jahit seperti Minah. Taruh dimana muka Ayah jika perempuan itu menjadi menantu di rumah ini, orang-orang pasti akan membicarakan kita dan Ayah akan menjadi sangat malu.”
“Tapi Ayah, dia adalah wanita yang sangat baik dan juga rajin, selain itu Denis juga sangan mencintainya.”
“Sekali Ayah katakana tidak ya tidak.” Ayah akan mencarikan perempuan yang lebih cantik dan lebih pantas untuk menjadi menantu di rumah ini, dan kau tidak ada alasan untuk menolaknya.”
Seminggu setelah kejadian itu, berita tentang pernikahan Denis terdengar sampai ke telinga Sarah. Ia sangat terpukul dan tidak menyangka bahwa orang yang sangat dicintainya kini akan menjadi milik orang lain. Selain itu hal yang membuat Sarah sedih bukan hanya hubungan mereka tidak direstui oleh Salam, melainkan penghinaan yang dilontarkan Salam kepada keluarga Sarah. Tidak sepantasnya Salam mengeluarkan perkataan seperti itu, sehingga dengan berat hati membuat Sarah harus melupakan Denis.
Acara pernikahan Denis sudah semakin dekat, dan Minah juga semakin sibuk dengan pelanggan yang memberikan kepercayaan kepadanya untuk membuatkan mereka pakaian yang indah. Maklum, tidak ada pesta yang meriah tanpa pakaian yang dibuat oleh Minah.
“Wah indah sekali gaun itu Bu, Ibu memang pandai membuatnya, ngomong-ngomong siapa yang Ibu buatkan gaun seindah itu?”
“Oh ini, gaun ini untuk pesta pernikahan anaknya Pak Salim tetangga kita itu lo.”
Tujuh hari tujuh malam pesta itu digelar, akan tetapi dihari sebelum puncak acara sedikit orang yang datang, karena orang-orang hanya ingin melihat gaun yang digunakan oleh pengantin wanita lantaran gaun tersebut dibuat oleh Minah.
“Ibu, kenapa dunia selalu tidak adil? Yang miskin akan tetap miskin dan yang kaya akan selalu bahagia? Sarah merasa bahwa Sarah adalah orang yang paling tidak beruntung di dunia ini, karena keluarga kita selalu menjadi bahan tertawaan orang-orang.”
“Tidak Nak, bukan dunia yang tidak adil, melainkan bagaimana cara kita untuk menanggapi hal tersebut. Hubungan kalian tidak lain adalah bagai langit dan bumi, Jangan menganggap ini adalah akhir dari semuanya, seperti pepatah mengatakan, banyak jalan untuk pergi ke Cina, begitu juga kau yang akan memiliki masa depan jauh lebih baik dari sebelumnya. Dan ingat pesan Ibu, jika seandainya kamu sudah berada diatas maka lihatlah juga orang-orang yang berada dibawah yang begitu butuh bantuanmu.”

Walaupun Sarah berbekal rasa sedih dan luka hati yang mendalam, tetapi hari demi hari telah Ia lewati dengan penuh semangat dan kini Ia menjadi seorang wanita karir yang sukses. Ia berhasil menjadi designer terkenal dan tidak segan untuk melanjutkan usaha Ibunya sebagai penjahit tangan yang ahli, serta memberikan keajaiban kepada masyarakat baik di dalam maupun diluar wilayahnya.


by : Ayu Try

Tidak ada komentar:

Posting Komentar